Nancy Reagen, istri sang presiden secara berani mengungkapkan kepada publik bahwa suaminya meninggal karena penyakit alzheimer. Penyakit ini pula yang menyebabkan Reagen stres yang lantas memicu serangan jantung den stroke. Gara-gara peristiwa Reagen ini pula, alzheimer kemudian menjadi sangat populer.
Padahal, penyakit yang diberi nama sesuai nama penemunya, yakni Dr. Alois Alzheimer telah ditemukan pada 1907. Syahdan, Alois Alzheimer mengobservasi seorang perempuan berusia 51 tahun. Meski tak mengalami gangguan gerak, koordinasi den reflek perempuan itu kehilangan memori. Makanya, penyakit ini juga kerap pula disebut sebagai penyakit pikun.
Dari hasil observasi itu, Dokter Alzheimer menemukan serat dalam saraf perempuan itu berbelit-belit (neuro fibrillary). Saraf perempuan itu pun penuh gumpalan protein dalam jumlah sangat banyak atau plak amiloid.
Nah, amiloid protein yang membentuk sel-sel plak protein inilah yang dipercaya sebagai penyebab perubahan susunan kimia dalam otak. Akibatnya, banyak sel yang musnah hingga tak bisa menyampaikan pesan dari satu neuron ke neuron lain di dalam otak. “Plak inilah yang biasa ditemukan pada pasien pengidap alzheimer,” tutur Steve Rahardja, Neurologis dari Rumah Sakit Siloam.
Perempuan lansia lebih berisiko
Steve bilang, pasien alzheimer yang memiliki kelainan anatomis saraf bisa menyebabkan penurunan fungsi intelektual yang bisa mengganggu memori. Bahkan gangguan ini bisa berlanjut dalam kegiatan sehari-hari seperti penurunan kemampuan berbahasa, makan, den buang air besar.
Bahkan, “Pada taraf yang akut, bisa membuat sang pasien mengalami ganguan jiwa,” ungkap Steve. Ada banyak penelitian terhadap alzheimer. Hanya saja, hingga kini belum ada satupun ahli yang mampu mengungkapkan penyebab penyakit ini dengan jelas. Steve sendiri menduga kuat kalau alzheimer adalah penyakit genetik yang diturunkan keluarga kandung penderita. “Kelainan gen pada apolipoprotein E 4 yang berperan sebagai manifestasi penyakit ini,” jelas Steve.
Lantas siapa yang rawan terkena penyakit ini? “Penyakit ini lebih banyak terjadi pada perempuan,” kata Gerard Simon, Psikiater RS Jiwa Grogol. Sebab, faktor hormonal yang menyebabkan monopause juga menyebabkan turunnya kemampuan kognitif perempuan.
Ahli Psikogeriatrik Esther Ebeenezer dari kantor pengobatan psikologi fakultas pusat pengobatan universitas Malaysia (PPUM) menambahkan, pasien penderita alzheimer umumnya adalah mereka yang sudah lanjut usia (lansia) lansia, yakni yang usianya di atas 50 tahun. Untuk lansia di atas 65 tahun, risikonya lebih tinggi, yakni hingga 5%.
Lantaran menyerang para sepuh, gejala penyakin ini pun sulit dideteksi sejak dini. Sebab, umumnya orang berpendapat, semakin tua seseorang, daya ingatnya semakin melemah. Tak heran, banyak orang menganggap ’sering lupa’ bukan gejala alzheimer, melainkan hal yang wajar akibat faktor usia.
Padahal, gejala awal, yakni fase terendah serangan alzheimer justru munculnya gangguan ingatan sederhana. Misalnya, mudah lupa pada hal-hal yang baru saja dikenalnya. Jika terus diabaikan, kondisi penderita akan semakin parah. Pasien akut tak mampu menguruskan diri sendiri, lupa rumah, tak kenal anggota keluarga terdekat.
(atieecha_channiez@yahoo.com)
Atika XI-IPA1/4
-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar