Sabtu, 22 November 2008

Manisnya Diremehkan

DALAM perjalanan hidup manusia, siapakah yang belum pernah diremehkan oleh orang lain? Begitu pula sebaliknya, siapakah yang belum pernah meremehkan orang lain? Kita semua pasti pernah mengalami keduanya, meremehkan dan diremehkan.
Ketika kita meremehkan orang lain, ada perasaan puas dalam diri kita. Kepuasan itu muncul karena kita bisa membuat orang lain menderita. Kita merasa di atas angin. “Inilah aku!” “Kamu bukan apa-apa dibandingkan aku!”
Sebaliknya, ketika kita dalam posisi diremehkan, spotan kita bisa jengkel, marah, benci, frustasi, bahkan apabila proses peremehan tersebut terus berlanjut menimpa seseorang maka orang tersebut bisa mengalami depresi.
Bagi seseorang, diremehkan bisa sangat menyakitkan bahkan membuat seseorang bisa menderita dan tidak berdaya. Sumber peremehan pun bisa bermacam-macam, misal asal daerah (Wong Deso), bentuk fisik (anak hitam kecil lagi), kemampuan intlektual (Anak Goblok), status sosial-ekonomi (Dasar Miskin), dan sebagainya.
Lalu apa manisnya diremehkan? Spontan kita akan menjawab, tidak akan pernah ada manisnya diremehkan! Dalam realitas kehidupan kita, ada banyak peristiwa yang merupakan representasi dari sebuah proses peremehan, sebagaimana dinarasikan dalam kasus misalnya seorang anak lelaki berasal dari desa, tubuhnya relatif hitam, tampangnya juga pas-pasan.
Sewaktu lulus Sekolah Dasar orang tuanya menyekolahkan anaknya di sebuah sekolah favorit di kota. Teman-teman barunya memiliki tampilan yang jauh lebih menawan dari dirinya. Setiap hari di sekolah, si anak desa itu selalu mendapatkan peremehan. Teman-temannya sering mengatakan “Cah ndeso gaweane mangan telo, opo iso nggarap!” (anak desa kerjaannya makan ketela, apa bisa mengerjakan tugas-tugas”) ditambah lagi “Cah cilik cacingen maneh, kok bercita-cita jadi pilot!” (”anak kecil cacingan lagi, kok bercita-cita jadi pilot”).
Diremehkan seperti itu membuat si anak tidak tahan. Oleh karena itu, si anak minta pada orang tuanya untuk keluar dan pindah ke sekolah yang ada di desanya saja.Tentu saja, orang tua si anak, kalang kabut mendengar keinginan anaknya keluar dari sekolah favorit yang menjadi idaman orang tuanya.
Menghadapi realitas seperti ini, respons orang tua pada umumnya biasanya marah. Setelah itu, menasihati anak dengan penjelasan dari A sampai Z, tanpa mereka bersedia memahaminya. Anak pun makin menderita dan tertekan.
Saat ini, anak tersebut sudah dewasa, bergelar master dalam bidang teknik elektro, dan hidupnya pun berkelimpahan.
Kasus yang lain digambarkan oleh pasangan Wono dan Weny. Wono baru menikah satu tahun yang lalu dengan Weny. Mereka merasa sakit hati kepada kakaknya. Ini terjadi akibat setiap saat sang kakak selalu meremehkan dengan kata-kata ”Ah sopir saja kok akan buat rumah, kapan jadinya?”
Peremehan ini membuat Wono dan Weny prihatin. Setiap malam mereka berdua selalu berdoa memohon kepada Tuhan atas anugerah pada dirinya. Pasutri tersebut sangat kompak dan begitu bersemangat dalam bekerja. Ia sekarang sudah mempunyai rumah. Mereka berdua hidup bahagia di lereng pegunungan yang indah.
Kasus-kasus seperti ini dengan segala variasinya, bisa menimpa siapa saja. Ketika diremehkan, secara emosional kita pasti memberikan reaksi entah secara sadar atau tidak. Reaksi pun bisa jadi kelihatan, bisa juga tidak. Ketika diremehkan, hati pasti terusik meningkatkan kadar adrenalin tubuh.
Proses RefleksiManusia sebenarnya memiliki kemampuan untuk mengolah seluruh peristiwa yang masuk ke dalam dirinya. Kemampuan mengolah ini pun sangat unik dan dipenuhi oleh misteri. Oleh karena itu, kita bisa menyaksikan orang-orang yang diremehkan terhimpit oleh keadaan dan sangat menderita. Mereka bisa mengalami stres luar biasa. Di sisi lain, kita juga bisa melihat banyak orang yang diremehkan oleh orang lain, namun orang tersebut bisa mengambil energi emosi yang muncul dalam dirinya untuk tujuan positif.
Pengolahan inilah yang disebut proses refleksi, sebuah proses olah batin yang bila kita latih akan memberikan kemampuan tambahan dalam diri kita. Kemampuan yang dapat dipergunakan untuk semakin mengenali diri, lingkungan, dan beragam peristiwa yang menimpa diri kita. Sekaligus bisa menjadi sarana untuk menemukan cara-cara mereaksi atas segala peremehan yang menimpa kita dengan cara lebih positif.
Bila direflesikan secara matang, maka peremehan justru dapat membuat kita makin tahan mental. Sekaligus membuka peluang untuk membuktikan bahwa diriku bukan seperti yang dikatakan orang lain tersebut. Bila dilihat dari perspektif spiritual peremehan bisa ditafsirkan sebagai cara Allah membuka potensi kita.
Peremehan tidak akan membuat hati seseorang terluka, apabila orang tersebut tidak mengizinkan hatinya dilukai. Apabila kita bisa memandang setiap peremehan yang menimpa kita dari sisi positif maka kita bisa mengatakan: “Silahkan Anda meremehkan saya.”
Peremehan akan memunculkan energi baru dari dalam diriku. Dengan energi baru tersebut aku akan makin mampu menggapai cita-cita, yang berbeda dengan label negatif yang diberikan kepada ku.
Apabila kita sudah mampu sampai pada tingkat ini maka kita bisa menikmati betapa manisnya diremehkan! Silahkah Anda meremehkan, aku akan menikmati hasilnya dalam wujud prestasi-prestasi nyata sebagai buah peremehan! Bagi yang suka meremehkan orang lain, hati-hatilah karena manusia pada dasarnya sulit untuk diperkirakan, “Jalma tan keno kiniro.”

(joe_bonjovi@yahoo.com)
Oleh Arief Puji Eka Prasetya
No.3
Kelas.XI-A1

Tidak ada komentar: