Sabtu, 22 November 2008

Mengatasi Kemiskinan ala Negeri Jiran

Kemiskinan saat ini menjadi isu yang sangat ramai diberbincangkan. Bahkan, banyak kalangan yang mengkritik pemerintah saat ini tidak memiliki program untuk memberantas kemiskinan. Presiden SBY pun mengklaim bahwa dirinya telah banyak membuat program untuk memberantas kemiskinan seperti bantuan pendidikan melalui program bantuan operasional sekolah (BOS), pengobatan gratis, bantuan beras miskin, bantuan BLT, dan dan program nasional pemberdayaan masyarakat untuk memajukan partumbuhan ekonomi yang saat ini berjalan dengan lambat.
Angka kemiskinan yang simpang siur pun selalu menjadi perdebatan dan menjadi komoditas lawan politik SBY untuk mencari kelemahan pemerintah. Mantan pejabat Orde Baru Wiranto tak habis-habisnya membangun opini di media melalui iklan di TV. Meski, dia menyadari salah satu penyebab terjadinya kemiskinan adalah rezim Orde Baru yang berkuasa puluhan tahun mengabaikan aspek pendidikan dan pemerataan pembangunan.
Menurut data pemerintah, angka kemiskinan saat ini mencapai 16,58 persen atau sekitar 37,2 juta orang. Bahkan, tim Pusat Penelitian Ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2E-LIPI) memperkirakan warga miskin tahun ini akan bertambah menjadi 41,7 juta orang (21,92 persen). Lonjakan itu disebabkan kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM 28,7 persen bulan lalu.
Bagaimana Malaysia Mengatasi?
Pada 1970 setelah merdeka, angka kemiskinan Malaysia mencapai 49 persen. Pada 2004 Malaysia berhasil mengurangi angka kemiskinan 5,7 persen dan menurun hingga 3,5 persen pada 2007.
Kebijakan pemerintah Malaysia memberantas kemiskinan mulai dilakukan secara serius, khususnya pada kaum Melayu Bumiputra, setelah terjadi kerusuhan etnis yang melibatkan kaum Melayu, Tiongkok, dan India pada 13 Mei 1969. Kesenjangan ekonomi terjadi karena dominasi orang Tiongkok yang menguasai berbagai sektor perekonomian. Akhirnya, dibuatkanlah sebuah program dasar ekonomi baru (DEB) yang sampai saat ini cukup efektif membantu mengurangi angka kemiskinan.
DEB merupakan sebuah konsep pemerintah untuk memberantas kemiskinan yang bertujuan membuka peluang pekerjaan seluas-luasnya dan menaikkan taraf hidup rakyat hingga mereka memiliki kualitas hidup yang baik. DEB merupakan program jangka panjang yang direncanakan selama 20 tahun.
DEB membuka kesempatan seluas-luasnya kepada masyarakat untuk membuka lapangan usaha dan peluang pekerjaan dengan cara mendatangkan investor dan memberikan pendampingan dan bantuan modal.
Pemerintah juga memberikan jaminan kemudahan dan keamanan kepada investor sehingga lapangan kerja terbuka luas. Malaysia juga berhasil mendatangkan sekitar 2 juta pekerja asing, yang 1,2 juta di antaranya adalah tenaga kerja Indonesia (TKI). Pemerintah Malaysia mendapat pekerja murah dan pajak keimigrasian yang besar setiap tahun untuk devisa negara dari pajak keimigrasian para pekerja asing.
Untuk mengatasi kemiskinan, pemerintah Malaysia tidak hanya fokus pada pembangunan ekonomi. Pemerintah Malaysia meningkatkan taraf hidup rakyatnya dengan cara memfokuskan pembangunan pada sektor pendidikan. Para dosen dan mahasiswa dikirim ke luar negeri untuk mendapatkan gelar S-1, S-2, dan S-3. Pemerintah juga memberikan pendidikan murah kepada rakyat. Dengan demikian, wajar hampir 70-80 persen dosen kampus-kampus di Malaysia saat ini memegang gelar doktor (S-3). Malaysia berhasil mendatangkan 50 ribu mahasiswa asing dan menargetkan pada 2010 jumlah mahasiswa asing mencapai 100 ribu orang.
Infrastruktur yang memprioritaskan kualitas hidup masyarakat diutamakan, jalan mulus, jembatan, klinik kesehatan, fasilitas sekolah lengkap, serta beasiswa bagi pelajar berprestasi. Mahasiswa kurang mampu boleh mengajukan pinjaman yang akan dibayar setelah mereka bekerja sehingga tidak alasan bagi rakyat miskin untuk tidak melanjutkan pendidikan.
Pada 2006 Perdana Menteri Malaysia Abdullah Ahmad Badawi melancarkan Rancangan Malaysia Kesembilan (RMK9) yang telah menargetkan bahwa Malaysia akan menjadi negara maju pada 2020 dan angka kemiskinan akan ditekan mencapai 2,8 persen pada 2010. RMK9, salah satunya, bertujuan menyamaratakan pertumbuhan ekonomi antara pusat dan daerah. Strategi pemberantasan kemiskinan yang dilakukan adalah membagi daerah-daerah di Malaysia dalam beberapa koridor.
Koridor utara meliputi Perlis, Kedah, Perak Utara, dan Pulau Pinang. Koridor timur meliputi Pahang, Trengganu, dan Kelantan. Koridor selatan meliputi Johor Bahru, Sabah, dan Serawak.
Dalam pemetaan wilayah yang banyak dihuni penduduk miskin, pemerintah Malaysia memfokuskan pembangunan ekonomi pada beberapa sektor sesuai potensi daerah, seperti daerah wisata, penghasil ikan, pertanian, pusat pendidikan dan pelatihan, industri, dan makanan halal. Metode seperti itu cukup efektif meningkatkan taraf hidup rakyat dan setiap daerah memiki “image” wilayah dan fokus pada potensi daerah yang ada.
Pemerintah tidak hanya fokus membuka lapangan kerja, tetapi juga membangun kemandirian penduduk untuk berusaha memberikan bantuan modal dan keahlian kepada penduduk daerah miskin agar mampu meningkatkan penghasilan mereka. Misalnya, di kawasan nelayan, mereka dibimbing untuk mengolah ikan menjadi berbagai bahan makanan olahan dan bisa diekspor ke luar negeri. Dengan begitu, nelayan secara tidak langsung mendapatkan penghasilan tambahan.
Di daerah penghasil pertanian, dikembangkan teknologi-teknologi pertanian yang diberikan secara murah kepada masyarakat sehingga mereka mampu meningkatkan pendapatan, mulai bibit, alat pertanian, teknologi pengolahan, hingga pendistribusian. Bahkan, riset yang bagus untuk pertanian dipraktikkan langsung kepada petani.
Di daerah yang memiliki potensi wisata, pemerintah membangun berbagai infrastruktur untuk mendatangkan wisatawan, seperti membuka akses jalan, pembangunan resor, kemudahan transportasi, dan mendatangkan investor lokal dan asing untuk membuka pusat wisata keluarga di sana.
Dengan demikian, penduduk setempat juga mendapat kesempatan baik melalui lapangan pekerjaan ataupun melakukan wirausaha. Untuk membangun akses daerah, pemerintah Malaysia berhasil memberikan kemudahan kepada rakyat dan investor dengan cara membuka sistem pesawat harga murah “Air Asia” untuk membuka akses wisata, ratusan tujuan dalam dan luar negeri dibuka, dan Air Asia bisa masuk ke daerah-daerah yang jauh seperti Sabah dan Serawak. Pemerintah juga berhasil menjadikan Malaysia sebagai pusat transit dunia menyaingi Singapura.
Pengalaman penulis meneliti kualitas hidup penduduk miskin di Malaysia mendapati bahwa walau kemiskinan dilabelkan kepada penduduk karena jumlah penghasilan yang minim, mereka masih mendapati fasilitas umum yang sangat baik, kemudahan listrik dan air bersih, klinik kesehatan bagus dan murah, pusat pelelangan ikan yang baik, fasilitas sekolah bagus dan gratis, kantor polisi, telepon umum, dan pusat internet, pusat pelatihan masyarakat yang selalu membuat program pemberdayaan, jalan bagus, serta transportasi lancar.
Dalam sebuah perkampungan nelayan, saya menemui mereka tidak merasakan betul kesusahan hidup. Mereka mendapat fasilitas yang baik dari pemerintah, bahkan banyak anak mereka yang kuliah di perguruan tinggi dengan sistem pinjaman dan beasiswa dari pemerintah. Walau penghasilan sebagai nelayan minim, mereka tidak memikirkan hal-hal lain di luar kebutuhan sehari-hari.
(imanindrawan@rocketmail.com)
Iman Indrawan kelas XI A1

Tidak ada komentar: